KEARIFAN LOKAL
MASYARAKAT ADAT
DALAM
PELESTARIAN HUTAN LARANGAN ADAT
DI DESA RUMBIO
KECAMATAN KAMPAR
PROPINSI RIAU
Devitriana
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas
Riau – Pekanbaru
ABSRAK
Telah dilakukan pengamatan di Dusun V Danau
Siboghia, Desa Rumbio Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar Propinsi Riau, pada
tanggal 8-9 Desember 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
kearifan lokal masyarakat adat dalam pelestarian hutan larangan adat di desa
rumbio. Metode yang digunakan adalah survey dan Focus Discussion Group
Discussion (FGD). Dari hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa masyarakat
desa rumbio telah melakukan banyak upaya untuk menjaga dan melestarikan Hutan
Larangan Adat desa Rumbio.
Kata
Kunci : Kearifan Lokal, Survei, Focus Group disscusion (FGD)
PENDAHULUAN
Hutan adalah sebuah kawasan yang
ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan
semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi
sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan,
modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu
aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Hutan adalah bentuk kehidupan yang
tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis
maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau
kecil maupun di benua besar.
Hutan merupakan suatu kumpulan
tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang
menempati daerah yang cukup luas.
Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup
tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan
sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda
karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang
dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
Suatu kumpulan pepohonan dianggap
hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat,
yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis,
rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembap, yang berbeda
daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini
berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta
beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak
terpisahkan dari hutan.
Hutan sebagai suatu ekosistem tidak
hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non
kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman
pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat berperan
dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup
berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah
timbulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan
merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan
adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman (Anonimus, 2012).
Indonesia dinyatakan bagaikan
zamrud di khatulistiwa karena memiliki hutan yang begitu indah karena
keanekaragaman jenis kayu yang dikandungnya. Dari sabang sampai merauke
terkandung jenis-jenis kayu yang khas dan sulit ditemukan ditempat lain
(Prosea, 1994).
Era ekploitasi hutan tropika basah
di Indonesia di luar Pulau Jawa, dimulai sejak diundangkannya Undang-Undang
Penanaman Modal Asing (UUPMA) tahun 1967. Kebijakan dalam sektor Kehutanan
ditandai dengan pemberian Hak Pengusahaaan Hutan (HPH) kepada Pengusaha Modal
Asing (PMA) maupun pengusaha dalam negeri (PMDN). Dalam waktu relatif singkat
sampai tahun 1980-an sekitar 600 perusahaan HPH telah memperoleh izin
ekploitasi. Pada zaman itulah kehutanan Indonesia mengalami masa kejayaannya,
sehingga hasil ekspor hutan terutama sawn
timber pernah menjadi penyumbang devisa nomor wahid. Kerusakan hutan alam
di Indonesia periode antara 1985-1997 mencapai 1,6 juta Ha setiap tahunnya.
Total kerusakan hutan sampai tahun 2005 diperkirakan telah mencapai 59,1 juta
Ha (Badan Planologi Kehutanan 2005). Laporan terakhir yang diperoleh dari
Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI 2007) bahwa: jatah produksi tebangan
(JPT) dari hutan alam tahun 2007 yang ditetapkan Departemen Kehutanan hanya 9,1
juta m3 dan JPT tahun sebelumnya bahkan hanya sebesar 8,1 juta m3. Sedangkan
konsumsi kayu untuk bahan baku industri didalam negri pada tahun 2005 telah
mencapai 44,5 juta m3 (Simangunsong, 2007).
Tujuan dilakukan kegiatan ini
adalah untuk mengetahui kearifan lokal masyarakat adat desa rumbio dalam
pelestarian Hutan Larangan Adat Desa Rumbio.
METODE
Pelaksanaan kegiatan
survei dan karakterisasi wilayah dilakukan dari tanggal 8 sampai dengan 9
Desember 2012. Dengan menggunakan metode survei dan Focus Group Discussion
(FGD).
Survei
lokasi dilakukan langsung di Hutan Larangan Adat yang terletak di Kabupaten
Kampar. Tepatnya hutan ini langsung berhadapan dengan dua dusun yaitu dusun
padang danau dan dusun danau siboria (baca
: siboghia).
Dalam
melakukan survei lapangan, dimulai pukul 10.00 WIB dengan didampingi oleh 2
orang ahli hutan yang tahu akan semua seluk beluk hutan. Lalu dilanjutkan
dengan wawancara kepada masyarakat adat.
Dalam konteks pelestarian dan
pengelolaan hutan larangan adat rumbio, terdapat berbagai pertanyaaan yang
harus dieksplorasi antara lain:
1.
Bagaimana
kondisi biofisik (fisiografi lahan, karakteristik flora dan fauna
(biodiversitas), sistem pertanian di sekitar hutan/agroforestry, dsb)
2.
Bagaimana
kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kenagarian Rumbio ?
3.
Bagaimana
pengelolaan (perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pengawasan dan penegakan
hukum adat) oleh masyarakat adat?
4.
Bagaimana
bentuk kelembagaan (institusi, tata aturan) adat di Kenagarian Rumbio dalam
mendukung pengelolaan hutan?
5.
Apa
permasalahan, tantangan, ancaman yang muncul dalam pengelolaan hutan adat
Kenagarian Rumbio?
6.
Bagaimanakan
upaya yang harus dilakukan saat ini dan dimasa yang akan datang dalam
pelestarian hutan adat Kenagarian Rumbio?
7.
Bagaimanakah
tingkat keberlanjutan hutan adat Kenagarian Rumbio dimasa yang akan datang,
sehubungan dengan banyaknya permasalahan?
Data
yang dikumpulkan meliputi data sekunder dan data primer. Data sekunder
diperoleh dari Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP) Desa Rumbio
Kecamatan Kampar. Data primer dikumpulkan melalui pencatat langsung dilapangan
serta wawancara terhadap tokoh penting dalam pengelolaaan hutan dan masyarakat
sekitar hutan. Untuk melengkapi data juga dilakukan pertemuan dengan aparat
desa dan pemuka masyarakat dilingkungan desa tersebut.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Dari
hasil survei yang dilakukan, dapat diketahui bahwa Bukti kearifan desa rumbio
adalah Hutan Larangan Adat. Luas hutan ini yang terdaftar pada dinas kehutanan
adalah sekitar 530 Ha. Namun menurut pengakuan ahli hutan luas hutan ini adalah
sekitar 570 ha. Hutan ini dahulu dimanfaatkan kayu dan airnya. Namun karena
kayu dihutan semakin sedikit dan penebang liar semakin marak dilakukan, maka
sekarang hutan hanya boleh dimanfaatkan airnya. Jika kadapatan ada orang yang
menebang kayu dihutan, maka di denda dengan sanksi Rp 100.000 – 10 milyar atau hukuman penjara 5
– 10 tahun. Untuk keamana, maka dihutan dibangun pos penjagaan hitan yang masih
aktif sampai sekarang. Dihutan banyak
terdapat sumber mata air, hutan larangan adat ini langsung berhadapan dengan
dua dusun yaitu dusun padang danau dan dusun danau siboria (baca : siboghia).
Dalam hutan terdapat sungai sirah (baca : sigha) dan sungai tanduk yang melintasi hutan. Sungai sirah airnya
berwarna kemerah-merahan dan mata airnya dijadikan sumber air untuk PAMSIMAS.
Hutan ini diketuai oleh seorang ahli hutan, namun yang berkuasa tentang semua
aktifitas hutan dan isinya adalah datuk ulak simano.
Flora yang terdapat dalam hutan
larangan adat ini adalah pohon kepala batu yang dimanfaatkan sebagai obat
penurun panas, pohon cikubin yang daunnya dimanfaatkan untuk membungkus buah
pisang agar cepat masak, pohon pasak bumi yang akarnya dapat dimanfaatkan
sebagai obat malaria, pohon nangka hutan yang buahnya dapat dimakan langsung
dengan syarat tidak boleh diambil berlebihan dan tidak untuk dijual, pohon
ribo-ribo yang buahnya dapat dijadikan obat panas dalam, pohon akar tampak yang
getahnya dapat dijadikan campuran untuk memikat burung. Dihutan ini juga
terdapat pohon meranti, kulim, kampas,kampas tolang, keranji, dara-dara, kelat,
poniang-poniang dll.
Fauna yang terdapat dalam hutan ini
adalah kancil, beruang, tringgiling, babi, rusa, tapir, monyet cingkuok, ayam
hutan, dll. Dalam hutan juga terdsapat berbagai jenis burung yaitu burung
srindit, enggang, beo, murai biasa, murai batu, kuaran, balam, punai, dll.
Dalam hutan larangan adat ini
dipercayai hidup seekor harimau penunggu yang menjaga hutan, namun sampai saat
ini belum pernah ada warga yang melihat secara langsung harimau penunggu ini.
Menurut pengakuan ahli hutan, dulu harimau penunggu ini sempat menampakkan jejak
kakinya di hutan menandakan bahwa telah terjadi maksiat disekitar hutan. Jika
ingin beraktifitas dihutan seperti meneliti atau berjalan tidak ada larangan,
namun saat jam sudah menunjukkan pukul 12.00 – 13.00 maka segala aktifitas
harus dihentikan, aktifitas lain seperti makan dan sholat tidak dilarang.
Menurut Isab (2012) Di desa rumbio
ini juga ada alternative perikanan yang dikelola dalam skala kecil, dengan
posisi rumah di atas kolam ikan dengan menggunakan penyangga yang kuat.air yang
mengalir ke kolam ikan memiliki control air buangan dan air masuk,penghasilan
utama sebagian warga adalah kebun karet, dengan penjualannya yaitu seberapa
perpanen, dan dijual ke pabrik sekali seminggu yang dibeli dari warga ,
kenaikan dan penurunan harga karet tidak bias diperkirakan namun ada
pemberitahuan dari pihak pabrik apabila ada penurunan dan kenaikan harga.
Dengan adanya hutan larangan banyak manfaat yang dirasakan , salah satunya
adalah air. Pengambilan kayu untuk kepentingan bersama dalam hukum adat tidak
ada masalah, tetapi sekarang setelah dicampuri pihak kehutanan kayu tidak boleh
ditebang untuk kepentingan umum lagi. Tetapi disesalkan tidak adanya upaya
peningkatan ekonomi oleh pemerintah. Dengan adany denda Karena penebangan hutan
untuk kepentingan ini masyarakat menjadi kontra dengan peraturan ini. Peraturan
atau sanksi yang dibuat terkadang tercampuri urusan KKN, oleh karena itu
peraturan tidak berjalan dengan lancar sebagai mana mestinya. Dan kelemahan
dari pemerintah yaitu tidak memberi
batasan yang pasti pada kawasan hutan, akibatnya petani memperluas ladangnya tanpa tahu batasan
wilayah hutan larangan.
Menurut Azman (2012) penghasilan di
desa rumbio berupa kolam ikan dan karet, ikan di dalam kolam berupa, ikan
patin, bawal, lele dan kalu tetapi yang banyak dipelihara adalah ikan lele dan
ikan patin. Tahun 2006 didirikan tempat pembuatan makanan ikan oleh pemerintah
setempat.Cara melestarikan hutan dipelihara sesama masyarakat dan masyarakat
dilarang menebang. jika dilanggar akan dikenakan denda seperti, beras 100 kg atau
berupa uang sebanyak Rp 6 juta.
Sumber kehidupan air sumur, panen
ikan 2 kali dalam setahun dan sekali panen 60 ton yang per kilonya dijual
11.300 rupiah kendalanya modal dan sudah diusulkan kepada pemerintah.
Menurut Minan (2012) penghasilan
masyarakat di rumbio berupa kebun karet dan kolam ikan. di dalam 2 kolam berisi
sekitar 150 ton. makanan ikan dibuat sendiri dan jika dijual seharga 4000 / kg.
seandainya di dalam 1 kolam ada 50ribu bibit lele maka penghasilannya 50juta
perkolam. untuk ikan lele jika panen pemilik harus memiliki langganan untuk
menyetorkan hasil panennya. jika ikan lele sudah besar, jika dijual harganya
murah sehingga pemilik akan rugi, dan masalah lainnya jika musim penghujan maka
ikan lele akan mati. ikan nila harganya 16ribu / kilo, bawal 16ribu / kilo,
ikan patin 11.300 / kilo dan ikan lele 11.300/ kilo.
Suku tertua patopong dan domo.
Pucuk adat ada 2, yaitu: pucuk adat yang besar kedalam dan pucuk adat yang
besar keluar.
Pucuk adat besar kedalam adalah
pucuk adat yang memegang aturan kedalam, misalnya urusan wilayah disebut dengan
kadaek bapucuak kayu yang dikenal dengan datuk ulak simano.
Pucuk adat besar keluar adalah
pucuk adat yang menguasai air, sungai dan pulau-pulau yang timbul disebut
dengan kalauik babungo karang yang dikenal dengan datuk godang.
Datuk putioh (mengatur masalah hamparan negeri)
berasal dari suku piliang.
Datuk sinagho (paik godang nogari) berasal dari suku
Kampai.
Datuk ghindo (comin nogari atau suluh dendang
negari) berasal dari suku chaniago.
Hutan
larangan adat merupakan hutan wilayat ninik mamak, yang dikuasai oleh pucuk
adat besar kedalam. Antara perkampungan dan hutan dibatasi oleh persawahan,
tujuannya untuk keamanan warga setempat.
Sejak zaman dahulu kala masyarakat rumbio sudah menerapkan sistem KB
dengan jumlah anak paling banyak 4 orang. Masing-masing mempunyai panggilan.
Anak tertua (uwo), anak tengah (angah), anak ketiga (udo), anak keempat atau
paling bungsu (acu).
Wilayah
hutan dijaga oleh ninik mamak dan diawasi oleh anak kemenakan. Desa rumbio,
sebelah utara berbatasan dengan tapung, sebelah selatan berbatasan dengan
Kampar kiri, sebelah barat berbatasan dengan Kampar, sebelah timur berbatasan
dengan air tiris. Yang bertugas menaga hutan disebut dengan datuk koak, datuk
ini memiliki kekebalan dan keahlian tertentu.
Untuk membantu menjaga hutan didesa
rumbio, dibentuk Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP). Struktur organisasinya
adalah sebagai berikut:
Permasalahan
yang timbul dalam pengelolaan hutan larangan adat salah satunya adalah
banyaknya penebangan liar yang terjadi di hutan, tantangan bagi pihak pengelola
hutan dan masyarakat adat adalah kurangnya respon sebagian masyarakat terhadap
kelestarian hutan.
Dalam pengelolaan hutan tentunya tidak luput dari ancaman
yang berasal dari hutan itu sendiri. Menurut Datuk Ulak Simano (2012) dalam
hutan terdapat banyak binatang buas yang dapat melukai masyarakat, salah
satunya menurut kepercayaan warga, di dalam hutan hidup seekor harimau
penunggu.
Menurut Datuk Ulak Simano (2012) pengelolaan hutan sudah dimulai dari nenek moyang dulu,
pengelolaannya secara perhimpunan saja. Hutan tidak boleh diganggu gugat, yang
boleh dikelola adalah tanah disekeliling hutan. Hasil hutan larangan adat boleh
digunakan untuk kepentingan anak kemenakan, tapi yang bersifat sosial (misalnya
surau, jembatan, dll) dan bukan untuk kepentingan pribadi. Untuk menjaga
keamanan hutan, ditunjuk seorang penjaga yang dinamakan datuk koghak.
Akhir-akhir
ini (sekitar tahun 2003-2004) masyarakat adat bekerjasama dengan kepala desa mengadakan
penanaman meranti, rotan dan gaharu. Dengan program ini, anak kemenakan boleh
mengambil hasil hutan dengan tidak merusak hutan. Tanaman meranti diharapkan
dapat diambil bibitnya untuk kepentingan bisnis. Buah-buahan hutan seperti
cempedak, petai, dll boleh diambil, tetapi tidak boleh menebang pohonnya. Kini telah
dibentuk SPKP untuk meningkatkan pengelolaan hutan. SPKP membentuk program
dalam pengelolaan hutan.
Dukungan
anak kemenakan sampai saat ini boleh dikatakan sangat mendukung karena anak kemenakan
tidak ada yang berani mencoba-coba untuk menjadikan perkebunan. Kalau ada orang
yang mencuri kayu, anak kemenakan membantu melaporkan hal itu kepada ninik
mamak.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimus, 2012.
Prosea. 1994.
Major Commercial Timbers. Plant
Resources of South East Asia. Timber trees: Bogor.
Simangunsong BCH. 2006. Revitalisasi Industri Perkayuan Indonesia. Paper dalam Workshop
Industri Perkayuan Indonesia: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar yang sopan yaa...